Pages

Rabu, 19 Desember 2012

move on



memang ALLAH sengaja menemukan kita dengan orang yang salah supaya apabila kita bertemu jodoh yang benar, masih ada rasa syukur kita pada ketentuanNYA.

memang ALLAH sengaja menemukan kita dengan orang yang salah supaya kita dapat menjadi penilai yang baik.

memang ALLAH sengaja menemukan kita dengan orang yang salah supaya kita sedar bahwa kita hanyalah makhluk yang sentiasa mengharapkan pertolongan ALLAH.

memang ALLAH sengaja menemukan kita dengan orang yang salah supaya kita dapat KASIH SAYANG YANG TERBAIK, KHAS UNTUK DIRI KITA.

memang ALLAH sengaja menemukan kita dengan orang yang salah supaya kita sedar bahawa ALLAH MAHA PEMURAH dan PENYAYANG kerana mengingatkan kita bahawa dia bukanlah pilihan yang hebat untuk kita dan kehidupan kita pada masa depan...

memang ALLAH sengaja menemukan kita dengan orang yangg salah supaya kita dapat mengutip pengalaman yang tak semua orang berpeluang untuk mengalaminya.

memang ALLAH sengaja menemukan kita dengan orang yang salah supaya kita jadi MANUSIA YANG HEBAT JIWANYA.

memang ALLAH sengaja menemukan kita dengan orang yang salah supaya kita lebih faham bahawa CINTA YANG TERBAIK HANYA ADA BERSAMA ALLAH.

memang ALLAH sengaja menemukan kita dengan orang yang salah supaya kita LEBIH MENGENALI KEHIDUPAN YANG TAK SELAMANYA KEKAL...

Sahabat, PERCAYALAH sesungguhnya ALLAH malu untuk menolak permintaan hambaNYA yang menadah tangan meminta dengan penuh pengharapan HANYA kepadaNYA. Aamiin...

Senin, 17 Desember 2012

Makalah Resume Bahasa Indonesia



KETERAMPILAN BERBAHASA
(MEMBACA, BERBICARA, MENULIS)
DiajukanUntukMemenuhiTugasMandiri
Mata Kuliah: Bahasa Indonesia
DosenPengampu: IndriyaMulyaningsih, M.Pd.





Oleh:
Agung Saputra
ADDIIN
BIMBINGAN KONSELING ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SYEIKH NURJATI
CIREBON
2012





















BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Dalam proses interaksi dan komunikasi diperlukan keterampilan berbahasa yang aktif, kreatif, produktif, dan tentunya komunikatif.terlepas dari itu semua, melalui bahasa kita dapat berbahasa, yang dituntut harus mahir dalam pelaksanaanya, sehingga kita menjadi terampil dalam berbahasa. Karena dalam proses interaksi dan komunikasi, diperlukan keterampilan berbahasa yang aktif, kreatif, produktif, dan komunikatif. Keterampilan berbahasa yang harus dikuasai tersebut diantaranya adalah membaca, menulis, dan berbicara.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian membaca?
2.      Apa kendala dalam membaca?
3.      Apa pengertian berbicara?
4.      Bagaimana Sistematika Penilaian Berbicara?
5.      Apa pengertian Menulis?
6.      Apa kegunaan Menulis?

C.    Tuujuan Penulisan
1.      Mengetahui Pengertian Membaca.
2.      Mengetahui Kendala-kendala dalam Membaca.
3.      Mengetahui Pengertian Berbicara.
4.      Mengetahui Sistematika Penilaian Berbicara.
5.      Mengetahui Pengertian Menulis.
6.      Mengetahui Kegunaan Menulis.


BAB II
PEMBAHASAN
1.      Pengertian Membaca
Pada hakekatnya membaca adalah kegiatan fisik dan mental untuk menemukan makna dari tulisan, walaupun dalam kegiatan itu terjadi proses pengenalan huruf-huruf. Dikatakan kegiatan fisik, karena bagian-bagian tubuh khususnya mata, yang melakukannya. Dikatakan kegiatan mental karena bagian-bagian pikiran khususnya persepsi dan ingatan, terlibat didalamnya. Dari deifinisi ini kiranya dapat dilihat bahwa menemukan makna dari bacaan (tulisan) adalah tujuan utama membaca, dan bukan mengenali huruf-huruf.

2.      Kendala-kendala dalam Membaca
1.      Sulit Konsentrasi
Kesulitan dalam konsentrasi bisa disebabkan beberapa faktor diantaranya kelelahan fisik dan mental, bosan atau banyak hal lain yang sedang dipikirkan.
Konsentrasi yang baik akan memastikan bahwa kecepatan baca berbanding lurus dengan pemahaman dan bukan sebaliknya. Untuk itu ketika mulai membaca, coba atasi factor-faktor yang menyebabkan anda  sulit berkonsentrasi. Cari tempat yang nyaman, dan tempat duduk yang enak dipakai.
2.      Rendahnya Motivasi
Faktanya motivasi memang sangat berperan penting dalam menggapai kehidupan yang lebih baik, terutama dalam membaca. Ketika anda sama sekali tidak mempunyai motivasi dalam membaca, maka anda akan cenderung membaca sekedarnya saja dan tidak terlalu berminat untuk membaca dengan pemahaman yang baik.

3.      Khawatir tidak Memahami Bahan Bacaan
Kendala dalam membaca yang satu ini terdengar sangat menggelikan, belum sampai pada kegiatan membaca, perasaan khawatir tidak memahami isi bacaan sudah dahulu menghantui. Kekhawatiran ini akan mengganggu kecepatan baca maupun pemahaman Anda. Solusinya, jika anda seorang pelajar atau mahasiswa, secara rutin bacalah buku teks yang diwajibkan jauh-jauh hari sebelum ujian.

3.      Pengertian Berbicara
Berbicara adalah suatu alat untuk mengkomunikasikan gagasan-gagasan yang disusun serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan sang pendengar atau penyimak.

4.      Sisitematika Penilaian dalam Berbicara
Aspek-aspek penilaian yang dinilai dalam kegiatan berbicara, sebagaimana disarankan oleh para ahli adalah sebagai berikut:
1.      Aspek kebahasaan
·         Pengucapan
·         Penempatan tekanan
·         Latihan percakapan
·         Bercerita
·         Diskusi
·         Wawancara
·         Darama
·         Berpidato


5.      Pengertian Menulis
Menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung, tidak secara tatap muka dengan orang lain. Menulis merupakan suatu kegiatan yang produktif dan ekspresif. Menulis ialah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang, sehingga   orang-orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut kalau mereka memahami bahasa dan gambaran grafik itu.

6.      Kegunaan Menulis
Menulis adalah alat yang sangat ampuh dalam belajart yang dengan sendirinya memainkan peranan yang sangat penting dalam dunia pendidikan. Dilihat dari sudut pandang tersebut, Fachruddin (1994:3) mengemukakan kegunaan menulis secara rinci sebagai berikut.
  1. Menulis monolog menemukan kembali apa yang pernah diketahui. Menulis mengenai suatu topik merangsang pemikiran pembaca mengenai topik tersebut dan membantu kita membangkitkan pengetahuan dan pengalaman yang tersimpan dalam bawah sadar.
  2. Menulis menghasilkan ide-ide baru. Tindakan menulis merangsang pikiran untuk mencari pertalian, dan menarik persamaan (analogi) yang tidak akan pernah terjadi seandainya tidak dimulai menulis.
  3. Menulis membantu mengorganisasikan pikiran dan menempatkannya dalam suatu bentuk yang berdiri sendiri, hanya karena menulis.
  4. Menulis menjadikan pikiran sesorang siap untuk dilihat dan dievaluasi; dapat dibuat jarak dengan ide sendiri dan dilihatnya lebih objektif pada waktu ditulis.
  5. Menulis membatu diserap dan dikuasai informasi baru, akan dipahami banyak lebih baik dengan disampaikan lebih lama jika ditulis hal itu.
  6. Menulis membantu menyelesaikan masalah dengan memperjelas unsur-unsurnya dan menempatkannya dalam suatu konteks visual sehingga dapat diuji.
  7. Menulis tentang suatu topik menjadikan seorang pelajar aktif.
BAB III
TANYA JAWAB



1.      P :  Apa saja motivasi dalam membaca?
J : Motivasi ada dua macam internal dan eksternal, untuk yang internal kita manfa’atkan kecerdasan yang kita miliki, sedangkan motivasi eksternal diantaranya terobsesi untik mwujudkan  harapan dan cita-cita.
2.      P :  Apakah semua penyimak harus memiliki pengetahuan yang luas?
J :  Tidak, tapi berpengetahuan luas sangat membantu dalam kegiatan menyimak.
3.      P : Bagaimana meningkatkan motivasi dalam menyelesaikan skripsi pada khususnya?
J :  Membangun motivasi itu dibangun dari diri sendiri dan harus dipaksa untuk menjadi orang yang lebih baik.



BAB IV
KESIMPULAN

1.      Pada hakekatnya membaca adalah kegiatan fisik dan mental untuk menemukan makna dari tulisan, walaupun dalam kegiatan itu terjadi proses pengenalan huruf-huruf.
2.      Berbicara adalah suatu alat untuk mengkomunikasikan gagasan-gagasan yang disusun serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan sang pendengar atau penyimak.
3.      Menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung, tidak secara tatap muka dengan orang lain.

TUGAS UAS B.INDONESIA



BIMBINGAN ORANG TUA
TERHADAP ANAK TUNA GRAHITA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Akhir Semester

Mata Kuliah: Bahasa Indonesia

Dosen Pengampu: Indriya Mulyaningsih, M.Pd

 




Oleh:

Agung Saputra

14123641386

ADDIIN

BIMBINGAN KONSELING ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SYEIKH NURJATI

CIREBON

2012








 BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Bagi semua remaja tunagrahita keberadaannya bagi orang tua merupakan suatu kewajiban dan kebutuhan yang mesti dipenuhi. Kebutuhan ini disebut juga sebagai kebutuhan primer. Cerminan kebutuhan tersebut dapat dilihat dari sikap remaja tunagrahita, sedangkan sikap orang tua dari remaja itu sendiri sangatlah menentukan dalam perkembangannya.
Dikala seorang anak tunagrahita sudah mulai menginjak usia remaja, semua sikap yang dimunculkan oleh orang tua yang memiliki penyandang tunagrahita akan membantu mereka dalam semua kegiatan dan masalah yang dihadapinya. Akan tetapi bila remaja mempunyai orang tua yang bersikap otoriter maka akan dapat menimbulkan remaja tunagrahita yang cenderung pembangkang, suka berbuat sesuka hati, dan menimbulkan kejengkelan bagi orang-orang di sekitarnya.
Pola sikap otoriter yang ditampilkan orang tua akan menciptakan rasa tidak senang akan menimbulkan masalah seperti; a) kurang percaya diri, b) menarik diri dari pergaulan, c) melakukan pemberontakan terhadap rasa ketidak senangan. Akhirnya banyak tindakan yang tidak disenangi oleh orang tua. Perilaku ini merupakan suatu dilema yang saling berkaitan satu sama lainnya, karena ia tidak dapat berjalan sendiri-sendiri tanpa adanya interaksi sosial yang diharapkan berjalan dengan harmonis.
Pengetahuan dan pemahaman orang tua terhadap kelainan yang di sandang anaknya yang memiliki kelainan tunagrahita sangatlah mendorong pola layanan pendidikan demi pertumbuhan anak tunagrahita kelak. Sebab kesalahan yang dibuat orang tua yang sudah berlangsung dalam jangka waktu yang cukup lama akan dapat menghambat perkembangan kemampuan, serta pertumbuhan anak tunagrahita. Sehingga bisa menimbulkan berbagai rasa frustrasi, rasa berdosa dan berbagai tudingan yang tidak mampu dijawab sendiri oleh orang tua.
Sebagai manusia yang mengalami keterbatasan dalam berfikir, maka remaja tunagrahita akan banyak mengalami hambatan dalam setiap gerakan dan persoalan-persoalan yang dihadapinya. Permasalahan akan bertambah runyam jika orang tua bersikap otoriter dan tidak berusaha untuk memahami kemampuan remaja tunagrahita. Dalam kehidupan sehari-hari remaja tunagrahita juga sama seperti remaja normal umumnya, namu mereka selalu berkaitan dengan keterbatasan intelektual dalam bertindak . Berdasarkan sebab itu maka orang tua semestinya arif menghadapi kenyataan tersebut. Bagaimana persoalannya jika orang tua selalu menuntut kemampuan pada anaknya yang menyandang kelainan tunagrahita tersebut. Apa saja persoalan yang akan muncul ?
Beberapa paradigma yang muncul deperti di atas tadi mendorong penulis untuk mengangkatnya sebagai suatu permasalahan yang perlu dicarikan solusinya sehingga antara orang tua dan remajanya yang menyandang tunagrahita dapat saling toleransi dan memahami satu sama lainnya. Berkenaan dengan itu maka tulisan ini berusaha mengetengahkan beberapa pengaruh sikap Otoriter Orang Tua terhadap Remaja Tunagrahita dan.


B.     Rumusan Masalah
Agar pembahasan dapat diuraikan sesuai dengan cerminan judul maka permasalahan akan dimunculkan dalam bentuk pertanyaan seperti di bawah ini. Apakah akibat dari sikap orang tua otoriter terhadap remaja tuna grahita ?

C.    Tujuan Penulisan
Menegetahui dan memahami sikap orangtua yang otoriter terhadap remaja tuna grahita.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Landasan Teori

1.      Pengertian Remaja Tunagrahita
Memberikan pengertian tentang remaja tidak mudah, sebab banyak tulisan yang memberikan pengertian tentang remaja, tergantung dari cara pandang atau sisi disiplin ilmu yang memberikan batasan pengertian tersebut. Beberapa cara pandang yang memberikan pergertian tersebut menurut Mappiare (1982) seperti; menurut pandangan hukum, berdasarkan ukuran fisik, menurut kesehatan, dan cara pandang sosial psikologi.
Pengertian remaja tunagrahita menurut kamus bahasa Indonesia (Balai Pustaka 1994) dapat berarti beralihnya perkembangan fisik seorang anak tunagrahita kepada keadaan mulai dewasa atau bukan kanak-kanak lagi.

2.      Pengertian Orang Tua
Orang tua adalah orang-orang yang melengkapi budaya mempunyai tugas untuk mendefinisikan apa yang baik dan apa yang dinggap buruk. Sehingga anak akan merasa baik bila tingkah lakunya sesuai dengan norma tingkah laku yang diterima di masyarakat.
Pemahaman orang tua yang baik menurut Soekanto (1991) dengan beberapa yang mencirikannya seperti berikut::
1.      Melakukan berbagai hal untuk anak.
2.      Merupakan tempat bergantung bagi anak.
3.      Bersikap cukup permisif dan luwes.
4.      Bersikap adil dan disiplin
5.      Menghargai anak tunagrahita sebagai individu
6.      Mampu menciptakan kehangatan bagi anak
7.      Mampu memberi contoh yang baik
8.      Biasa menjadi kawan dan menemani anak tunagrahita dalam berbagai kegiatan
9.      Selalu bersikap baik
10.  Menunjukkan rasa kasih sayang pada anak
11.  Memiliki rasa empati terhadap perasaan anak
12.  Mendorong anak tunagrahita untuk bermain dengan temannya
13.  Berusaha membuat suasana damai
14.  Membantu kemandirian anak tunarung
Sebaliknya tentang pandangan orang tua yang buruk menurut anak masih dalam Soekanto (1991) seperti berikut:
1.      Menghukum secara kasar dan tidak adil.
2.      Menghalangi minat dan kegiatan anak.
3.      Membentuk anak menurut pola yang baik.
4.      Memberikan contoh yang buruk.
5.      Mudah jengkel dan marah.
6.      Sedikit rasa kasih saying terhadap anak.
7.      Mudah marah bila anak membuat kesalahan tidak sengaja.
8.      Kurang perhatian terhadap kegiatan anak.
9.      Melarang anak bergaul dengan teman.
10.  Bersikap jahat pada teman anak.
11.  Menghukum dengan kasar.
12.  Harapan terhadap anak tidak realistis.
13.  Mengecam dan menyalahkan anak bila gagal
14.  Membuat suasana rumah tegang atau tidak menyenangkan

Berdasarkan beberapa karakter di atas maka orang tua dapat dikatakan sebagai orang yang memegang peranan penting dalam perkembangan seseorang anak. Juga tidak terlepas terhadap pandangan orang tua pada penyandang tunagrahita. Dengan demikian orang tua anak tunagrahita juga mempunyai peran yang sama dengan orang tua pada umumnya. Namun bagi orang tua yang memiliki anak tunagrahita umumnya mereka lebih membutuhkan perhatian yang lebih ketat terhadap perkembangan anak tunagrahita. Hal ini diasumsikan karena anak tunagrahita mempunyai perkembangan dan pertumbuhan yang jauh berbeda dengan anak normal. Hal ini jelas seperti definisi anak tunagrahita yang ditulis oleh beberapa pakar pendidikan luar biasa seperti berikut.
Difinisi American Association on Mental Retardation (AAMR) berlatar belakang profesi, di antaranya medis, hukum, dan pendidikan, yang mengatakan seperti berikut:
…mental retardation refers to significantly subaverage general intelectual functioning existing concurrently with deficits in adaptive behavior, and manifested during the developmental period (Grossman, 1983 dalam Hardman, L. Michael 1990:90)
Makna tersebut terdiri atas tiga komponen utama yaitu; Intelligence, adaptive behavior, and the developmental period. Kemampuan inteligensi, berdasarkan rata-rata tes IQ normal adalah 100, sedangkan untuk anak terbelakang mental menunjukan angka tes IQ di bawah 100. Definisi anak tunagrahita menurut American Association on Mental Deficiency (AAMD) sebagai berikut.
…mental retardation refers to significantly subaverage general intellectual functioning resulting in or associated with concurrent impairments in adaptive behavior manifested during the develompemntal period (Grossman, 1983 dalam Linch, W.Eleanor. 1992:99)
In this definition “significantly subaverage general intellectual functioning” refers to an IQ of 70 or below on a standardized tes of intelligence such as the Stanford-Binet Intelligence Scales for Children or one of the Wecshler intelligence scales. (Terman & Merrill, 1973) or one of the Wechsler intelligence scales. This score represents performance that is two standard deviations below the mean, or average score, on these tests. The AAMD Manual states that an IQ of 70 should be viewed only as a guideline; in some school placement decicions it minght be extended upward to 70. (Linch, W. Eleanor. 1992:99).
Senada dengan definisi yang dikemukakan di atas, Amin (1995:18) menyatakan seperti berikut:
Anak terbelakang mental atau anak tunagrahita adalah mereka yang kecerdasannya jelas berada di bawah rata-rata. Mereka mengalami keterbelakangan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan, kurang cakap dalam memikirkan hal-hal yang bersifat abstrak, yang sulit dan berbelit-belit. Mereka memerlukan layanan pendidikan secara khusus agar mereka dapat berkembang optimal.
Robert P. Ingals (1978:5) dalam Amin (1995:20) memberi sebutan bagi anak tunagrahita sebagai berikut: Mental retardation, mental defiency, mentally defective, mentally handicaped, feeblemindedness, mental subnormality, amentia and oligophrenia. Istilah yang sering dipakai di Indonesia adalah terbelakang mental dan tunagrahita. Berkaitan dengan kondisi remaja, maka remaja bagi penyandang tunagrahita menunjukan cirri-ciri pertumbuhan secara fisik hamper sama dengan kondisi remaja pada umumnya. Tetapi dari segi perkembangan mereka memiliki gambaran kemampuan segi intelektual yang jauh tertinggal jika dibandingkan dengan perkembangan remaja pada umumnya. Perkembangan mereka umumnya masih seteraf dengan perkembangan masa kanak-kanak.
1.      Pengaruh orang tua
Banyak tulisan berupa buku-buku, artikel, bahkan diseminarkan dalam kuliah di kampus tentang cara mendidik anak. Namun hal itu tidak mungkin dapat segera diterapkan, karena orang tua belajar secara alamiah tentang cara mengasuh. Sehingga keadaan demikian berada dalam status quo, sampai seluruh situasi yang mengepung orang tua berangsur mulai berubah.
Sekarang ini orang tua tidak lagi dihadapkan pada masalah kesulitan dalam membesarkan anak. Anak–anak sekarang ini dilahirkan di zaman yang demokratis, yang berlawanan sekali dengan sistim yang dianut oleh para orang tua. Pada kenyataannya menunjukkan penerapan prinsip mengasuh anak bagi kedua system ini, dan sulit dibandingkan secara paralel. Pemakaian metode dalam mendidikan anak bagi orang tua dapat berupa otoriter, permisif, ataupun yang demokratis semuanya akan bergantung pada cara mereka sendiri dibesarkan. Sebagiannya lagi akan menjalankan berdasarkan apa yang dialaminya, ataupun pengetahuan yang mempengaruhinya.
Semua sikap yang ditampilkan oleh orang tua merupakan hasil belajar. Banyak faktor yang ikut menentukan sikap apa yang akan dipelajari orang tua? menurut Soerjono (1991) yang paling umum adalah sebagai berikut:
1.      Konsep “anak idaman” yang terbentuk sebelum kelahiran anak sangat diwarnai dengan romantisme, didasarkan atas gambaran anak ideal bagi orang tua itu. Bila anak gagal memenuhi harapan orang tua maka ia akan merasa kecewa dan mulai bersikap menolak.
Kegagalan seperti yang dicemaskan di atas akan banyak dialami oleh anak, dengan demikan orang tua tidak akan terpenuhi keinginannya dan akan selalu merasa kecewa atas kemampuan anak.
2.      Pengalaman awal dengan anak mewarnai sikap orang tua terhadap anaknya sendiri. Dapat diarti sebagai dua kemungkinan pengalaman yakni pengalaman baik dan pengalaman buruk.
3.      Nilai budaya mengenai cara terbaik memperlakukan anak, secara otoriter, permisif, dan demokratis akan mempengaruhi sikap orang tua dan cara mereka memperlakukan anak mereka sendiri.
Cara-cara terbaik yang mungkin cocok bagi anak yang inteligensinya normal jika akan diterapkan bagi anak tunagrahita maka ia tidaklah segera sesuai, sebab kemungkinan bila suatu cara dianggap baik untuk anak normal namun bagi anak tunagrahita belum tentu akan berlaku baik.
2.      Tipe-tipe Orang Tua
Perbedaan tipe-tipe orang tua dapat dikelompokkan dalam suatu skala. Skala yang dimaksudkan adalah beberapa cara yang dilakukan oleh orang tua tentang bagaimana mereka mendorong pengambilan keputusan secara bebas terhadap bimbingan dan mendidik anaknya .
Beberapa cara yang mungkin dilakukan tersebut menurut Soerjono (1991) dapat dilakukan hal di bawah ini.
1.      Orang tua yang melindungi secara berlebihan
Perlindungan orang tua yang berlebihan mencakup pengasuhan dan pengenalan anak terlalu berlebihan. Hal seperti ini akan menimbulkan sikap ketergantungan bagi diri remaja tunagrahita yang berlebihan pula, sehingga rentang ketergantungan pada orang lain akan lebih lama pula dan dapat membuat kurangnya rasa percaya diri bagi remaja.
2.      Permisivitas orang tua
Orang tua akan memberikan kebahagiaan penuh pada anaknya untuk berbuat. Sikap permisivitas pada orang tua akan terlihat pada orang tua yang membiarkan anaknya untuk berbuat sesuka hati, dengan memberikan sedikit kekangan. Sikap demikian akan mampu menciptakan situasi rumah tangga yang “berpusat pada anak”. Jika sikap permisif ini tidak berlebihan, ia akan mampu mendorong anak untuk menjadi cerdik, mandiri dalam kebutuhan pribadi, penyesuaian sosial yang baik, mampu menumbuhkan rasa percaya diri, daya kreativitas, dan kematangan sikap.
3.      Memanjakan anak
Sikap memanjakan akan menimbulkan sikap egois, suka menuntut, dan memaksakan kehendak pada anak. Mereka menuntut perhatian dan pelayanan dari orang alain, perilaku yang menyebabkan penyesuaian sosial yang buruk di rumah dan luar rumah.
4.      Penolakan
Penolakan dapat dinyatakan dengan mengabaikan kesejahteraan anak atau dengan menuntut terlalu banyak dan sikap permusuhan yang lebih terbuka. Disini orang tua membuat semua keputusan dan anak tunagrahita tidak boleh bertanya. Sikap demikian akan memunculkan rasa dendam, perasaan tak berdaya, frustrasi, perilaku gugup, dan sikap bermusuhan dengan orang lain, terutama bagi mereka yang lemah dan kecil. Inilah yang disebut dengan orang tua yang bersifat autokratis atau otoriter.
5.      Penerimaan
Sikap penerimaan bagi orang tua ditandai dengan adanya perhatian besar dan kasih sayang pada anak. Orang tua yang menerima akan memperhatikan perkembangan kemampuan, dan memperhitungkan minat anak. Orang tua akan mendorong anak untuk membicarakan apa yang diinginkan. Anak yang diterima umumnya mampu bersosialisasi dengan baik, bersikap kooperatif, berlaku ramah, bergaul loyal, secara emosional stabil dan gembira.
6.      Dominasi
Anak yang didominasi oleh salah satu orang tua, akan mampu bersikap jujur, sopan, dan berhati-hati. Tetapi anak ini cenderung pemalu, patuh, dan mudah dipengaruhi orang lain, mengalah, dan sangat sensitive. Pada anak yang didominasi sering akan berkembang rasa rendah diri dan perasaan menjadi korban keinginan orang tua yang tidak mampu dicapainya.
7.      Tunduk pada anak
Orang tua yang tunduk pada anaknya akan membiarkan anak mendominasi mereka. Di sini orang tua akan membiarkan anak untuk mencari jalannya sendiri. Anak akan suka memerintah orang tua dan akan menunjukkan sedikit rasa tenggang rasa, penghargaan, atau loyalitas pada mereka. Anak akan belajar untuk menentang semua yang berwenang dan mencoba mendomninasi orang di luar lingkungan rumah.
8.      Favoritisme
Meskipun mereka berkata bahwa mereka mencintai semua anak dengan sama rata, kebanyakan orang tua mempunyai favorit tersendiri. Sikap yang seperti ini akan membuat mereka lebih menuntut dan mencintai anak yang difavoritkannya dari pada anak yang lain dalam keluarga tersebut. Anak yang disenangi cenderung memperlihatkan sisi baik pada orang tua mereka tetapi agresif dan dominan dalam hubungan dengan kakak atau adik mereka.
9.      Ambisi Orang Tua
Hampir semua orang tua mempunyai ambisi terhadap anak mereka. Ambisi tersebut sering kali sangat tinggi sehingga tidak realistis. Ambisi orang tua ini sering dipengaruhi oleh tidak tercapainya atau hasrat orang tua supaya anak mereka naik status sosialnya. Bila anak tidak dapat memenuhi ambisi orang tua, anak cenderung terlihat bersikap bermusuhan, tidak bertanggung jawab, dan berprestasi di bawah kemampuan. Keadaan ini akan lebih parah bila anak memiliki perasaan tidak mampu yang sering diwarnai perasaan dijadikan orang yang dikorbankan akibat kritik orang tua terhadap rendahnya prestasi mereka.

3.      Pengaruh Orang Tua Otoriter Terhadap Remaja
Ketika seseorang anak mulai tumbuh dan berkembang menjadi remaja maka, orang tua mempunyai peranan yang sangat besar sekali terhadap perkembangan diri seseorang remaja. Hal ini disebabkan karena orang tua memiliki banyak waktu untuk mengenal perilaku anaknya dan orang tua yang paling dekat dengan remaja.
Sikap orang tua terhadap remaja akan sangat mempengaruhi bagaimana seorang remaja itu bersikap dalam menjalani kehidupannya sehari-hari. Orang tua yang bersikap otoriter menyukai hal-hal yang jelas dan tidak ambiguous. Jadi setiap hukuman atau disiplin tidak dicarikan dengan kelembutan, penerimaan, dan alasan..Bagi orang tua yang memiliki remaja tunagrahita perlu membatasi diri dan berusaha untuk memahami keadaan remaja sehingga remaja memahami bahwa orang tuanya masih memperhatikannya, masih menyayanginya. Dengan demikian orang tua berusaha menjauhkan sikap angker, tidak bersahabat, berperasaan dingin yang pada akhirnya membuat remaja tunagrahita merasa bahwa dia masih diperhatikan oleh orang tua.
Jika kebutuhan dan harapan-harapan remaja tunagrahita semuanya dibatasi dan dikekang, akibatnya akan tumbuh rasa kebencian dan kemarahan yang dapat merugikan orang lain yang berada dilingkungannya.
Orang tua terlalu ketat mengekang dapat menyebabkan seorang anak tunagrahita muda mencari kebebasan tersendiri sesuai dengan kemampuannya. Kemungkinan yang lebih cenderung terjerumus pada perbuatan kenakalan remaja, hasutan orang lain, dimanfaatkan orang lain untuk kejahatan dan mungkin akan menggelandang akibat orang lain tidak memahaminya.
Tidak semua apa yang diharapkan oleh orang tua juga merupakan harapan bagi remaja. Khususnya bagi remaja tunagrahita mereka masih sangat perlu bimbingan dan arahan yang sangat membutuhkan perhatian orang lain. Maka peraturan yang hendaknya diciptakan orang tua hendaklah ditentukan atas dasar keinginan dan kemauan yang dapat ditoleransi oleh remaja. Sehingga remaja yang mempunyai konflik dan persoalan yang tidak mampu dipecahkannya akan dapat dijadikan sebagai suatu diskusi yang sangat bernilai bagi remaja. Pada akhirnya antara orang tua dan remaja tunagrahita dapat berjalan sesuai dengan keinginkan kedua belah pihak tanpa mengorbankan anak.
Beberapa situasi yang mungkin muncul akibat terjadinya konflik antara remaja dan orang tua menurut Gunarsa (1990) seperti berikut:
1.      Putus komunikasi, orang tua dan remaja saling mendiamkan dengan perasaan tidak enak terhadap satu sama lain.
2.      Kedua pihak mengambil sikap konfrontatif, perang mulut, saling menyakiti, membongkar permasalahan lama, dan lain sebaginya.
3.      Remaja mengambil tindakan nekan yang dapat membahayakan diri sendiri dan orang lain.
4.      Menghukum diri sendiri dan melepaskan pada diri sendiri (pelarian pada narkoba, ngebut di jalan, minuman keras, pergaulan bebas dan sebagainya).
5.      Menghukum orang tua dengan berbagai cara agar orang tua menjadi kapok, misalnya kabur dari rumah. Berdasarkan gambaran beberapa situasi yang akan dapat muncul bagi remaja bila ia merasa tidak mendapatkan ketentraman di rumah. Maka selayaknya orang tua berusaha memahaminya dan mengetahui permasalah dengan objektif tanpa menyudutkan remaja. Sebagai orang tua kita masih dapat mengajak remaja untuk berdiskusi dengan baik serta berusaha mencarikan solusi terbaik bagi mereka . Dengan demikian remaja tunagrahita memandang orang tua tidak sebagai polisi di rumah, yang siap menghukum dan menghakimi bila mereka bersalah atau gagal pada suatu pekerjaan. Sebaliknya remaja tunagrahita akan merasakan bahwa ia dibutuhkan dalam keluarga tanpa merasa khawatir untuk membicarakan semua persoalan yang dihadapinya. Dengan demikian ia mulai memiliki rasa percaya diri.


4.      Bagaimana Seharusnya Orang Tua dan Remaja Bersikap
Sikap Orang Tua Terhadap Remaja Penyandang Tunagrahita
Sejak anak dilahirkan, dirawat dan tumbuh berkembang menjadi remaja, orang tua sangat berperan penting dalam pendidikan dan mengarahkan perkembangan anaknya. Sebagai orang tua harus memiliki kesadaran akan tanggung jawab dalam mendidik anak. Orang tua hendaknya memberikan kasih sayang yang cukup kepada anak. Usaha orang tua yang tidak kalah pentingnya dilakukan orang tua adalah dengan mengenali kemampuan, karakter yang dimiliki anak tunagrahita. Untuk itu beberapa ahli pendidikan luar biasa mengemukakan karakter sepertiberikut.
Bloom, (1974) dalam Kirk dan Gallagher (1990: 88) menyebutkan:
Anak tunagrahita mengalami kesulitan dalam perhatian, terbatas dalam penyesuaian sosial, terbatas dalam perkembangan bahasa, mudah tertarik perhatian atau hiperaktif, sering terlibat dalam kegiatan yang tak produktif (berkelahi, meninggalkan tempat duduk untuk bersosialisasi).
Polloway, Epstein dan Cullinan (1985) dalam Kirk dan Gallagher (1990: 89) menyebutkan berdasarkan hasil penelitian.
Murid-murid cacat mental menunjukkan lebih banyak masalah kekurangan perhatian dibanding teman seusianya yang tidak cacat. Mereka cenderung menarik diri, acuh tak acuh, mudah bingung dan mempunyai waktu perhatian yang lebih pendek.


5.      Sikap Remaja Terhadap Orang Tua Otoriter
Pertanyaan yang sering diajukan remaja mengenai hubungannya dengan orang tuanya adalah “mengapa orang tua kami tidak dapat memahami kami, atau mengapa orang tua selalu curiga pada kami, dan mengapa orang tua menganggap dirinya selalu benar?” Untuk memahami pertanyaan tersebut perlu diusahakan adanya komunikasi antara remaja dengan orang tua yang memang tidak selalu lancar. Macetnya komunikasi sering terjadi karena sikap kedua belah pihak yang kurang akomodatif antar satu dengan yang lainnya. Bila mengahadapi orang tua otoriter, maka remaja harus dapat menyikapinya. Beberapa saran yang perlu disikapi tersebut menurut Elida (1999) dapat berupa:
1.      Remaja perlu menciptakan hubungan yang baik dengan orang tua. Konflik dengan orang tua bukanlah suatu yang dapat sama sekali dihindari. Namun yang dapat dilakukan seperti usahakan agar konflik tadi tidak menjerumus pada putusnya komunikasi, mendendam, apalagi perbuatan nekad yang merugikan.
2.      Berusaha untuk mengerti posisi dan cara berpikir orang tua. Pada suatu posisi yang mungkin bias mengakibatkan jatuhnya martabat orang tua, diharapkan remaja mau mentoleransi dan berusaha memahami unsure positif dari tindakan yang dilakukan orang tua
3.      Jangan merasa menang sendiri. Bagi remaja jangan menjadikan orang uta dalam semua urusan dengannya sebagai ajang perlombaan yang akan menemukan pemenang. Dengan demikian posisi orang tua akan diusahakan menjadi teman berbicara, berdiskusi dan sebagainya.
4.      Jangan pernah merasa ditekan oleh orang tua. Berusahalah berpikir positif bahwa apa yang dilakukan oleh orang tua itu adalah suatu yang terbaik dilakukan untuk anaknya. Sebab orang tua mana yang menginginkan anaknya celaka atau terjerumus ke jalan yang tidak baik.
5.      Tidak terlalu memaksakan kehendak, apalagi menuntut sehingga menyudutkan orang tua dalam posisi yang sulit. Sebagai remaja kita harus memahami keadaan, kemampuan orang tua kita sehingga dengan sikap kita tidak akan mempermalukan orang tua kita di hadapan orang lain.
Jika dihubungan sikap yang perlu diperhatikan dalam menyikapi orang tua yang berlaku otoriter tersebut bagi remaja tunagrahita tidak lah mudah. Ketidak mudahan ini kebanyakan terletak pada sisi remaja tunagrhatita itu sendiri sebab dalam kehidupanya kebanyakan mereka masih sangat membutuhkan campur tangan orang tua. Berkenaan dengan sikap tersebut maka penekanannya adalah pada pihak orng tua janganlah berlarut dengan pemaksaan kehendak sehingga remaja runagrahita merasakan kegiatan yang dilaluinya sebagai kegiatan yang tak bermanfaat. Ini berlaku karena remaja tunagrahita kurang mampu memahami apa yang dipikirkan oleh orang lain, dan kebiasaanya suka mengikuti apa yang dingini orang lain tanpa berana berbuat banyak.

B.     Analisis
Berdasarkan pembahasan yang telah dibicarakan didapat beberapa makna bahwa orang tua sangat mempengaruhi perkembangan seorang remaja dan apalagi jika remaja tersebut menyandang tunagrahita. Sikap orang tua yang otoriter akan melahirkan remaja tunagrahita yang mempunyai sikap yang jauh berbeda dengan anak-anak pada umumnya. Adapun sikap-sikap remaja yang timbul merupakan akibat dari sikap orang tua otoriter terhadap anak / remaja tunagrahita antara lain:

1.      Remaja cenderung mempunyai sikap selalu mengalah dan menerima setiap keputusan yang menyangkut diri mereka peribadi. Kesan seperti ini adalah penurut namun dibalik semua itu remaja tunagrahita merasakan tertekan oleh sikap otoriter yang dilakukan orang tua.
2.      Adanya rasa dendam pada diri remaja tunagrahita karena mereka tidak pernah bisa menyalurkan apa yang menjadi keinginannya. Hal ini akibat keterbatasan IQ sehingga rasa dendam berobah menjadi penyerangan terhadap orang lain atau menyakiti diri sendiri.
3.      Remaja tunagrahita akan memiliki rasa tidak mampu dalam mengerjakan segala sesuatu atau dikatakan sebagai remaja yang tidak percaya dengan kemampuan sendiri.
4.      Remaja tunagrahita mempunyai sikap tidak bertanggung jawab karena mereka mereka selama ini hanya memenuhi keinginan dari orang tua mereka.
5.      Adanya sikap sidak mempercayai orang lain diakibatkan karena mereka merasa semua orang juga akan bersikap memaksakan kehendak seperti halnya orang tua mereka.



BAB III
KESIMPULAN

Usaha yang dapat dilakukan untuk mengatasi keotoriteran dari orang tua adalah :
1.      Jangan sampai memaksakan kehendak terhadap anak atau remaja tunagrahita. Berikanlah kebebasan kepada remaja untuk menentukan apa yang akan mereka perbuat dengan catatan kebebasan yang kita berikan dapat dipertanggung jawabkan.
2.      Bagi remaja tunagrahita sebaiknya dilatih untuk belajar memahami isi pikiran orang tuanya. Hilangkan berpikir negatif bahwa orang tua hanyalah merupakan penghalang bagi semua aktivitas yang dilakukannya.
3.      Hilangkan perasaan tertekan atau terpaksa karena sikap orang tua yang bertentangan dengan keinginan kita, dan berusahalah untuk membicarakan dengan baik-baik.
4.      Kepada orang tua diharapkan agar dapat saling memahami antara kinginan dan harapannya sesuai dengan kemampuan remaja yang menyandang kelainan tunagrahita.




DAFTAR PUSTAKA
Andi, Mappiare. (1982) Psikologi Remaja. Usaha Nasional. Surabaya

Depdikbud. (1994). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta. Balai Pustaka

Elida Prayitno. at.all. (1999). Perkembangan Peserta Didik. FIP UNP. Padang

________. (1997). Psikologi Pendidikan. Padang. FIP IKIP

Gunarsa, Singgih D. (1990) Psikologi Remaja. PT. BPK. Gunung Mulia. Jakarta.

Hardman, L. Michael dkk. (1995). Human exceptionality. Third Edition. Allyn And Bacon. Boston- London-Sydney-Toronto.

Kirk, A. Samuel & James, J Gallagher. (1986). Exceptional Children. Alir bahasa. Moh. Amin & Ina Yusuf K. (1990). DNIKS. Jakarta.

Lynch James. (1994). Provision for Children with Special Educational Needs in the Asia Region. The word Bank. Washington, D.C.

Lynch Eleanor, W and Rena, B. Lewis. (1992). Exceptional Children And Adults. Scott. Foresman and Company. Glenview. Illionis Boston London.

Moh, Amin. (1995). Orthopedagogik Anak Tunagarahita. Depdikbud Dikti. Proyek pendidikan Tenaga Guru. Jakarta
Soekanto, soerjono. (1991) Mengenal dan Memahami Masalah Remaja. Pustaka Antara. Jakarta


Cari